Tahun 2024 Kejari Banjar Selesaikan Dua Perkara melalui Restorative Justice
MARTAPURA,- Merubah paradigma masyarakat bahwa hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas menjadi tajam ke atas dan humanis ke bawah, adalah merupakan salah satu tujuan adanya Restorative Justice (RJ) oleh Kejaksaan dalam menyelesaikan sebuah perkara.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Sub Seksi A Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Banjar Elita Inas Putrihartiwi saat gelaran talkshow “Jaksa Menyapa” di Radio Suara Banjar, Rabu (24/4/2024) siang.
“Apabila ada kasus korupsi kami tidak ada pandang bulu, tetapi ketika ada perkara-perkara yang melibatkan masyarakat yang tidak mampu, kami akan menggunakan hati nurani dan empati melalui RJ itu,” ucapnya.
Tujuan RJ yang mulai diberlakukan tahun 2020 sendiri menurutnya bukan untuk membalaskan dendam akan tetapi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Dimana jaksa, pelaku dan korban bahkan tokoh masyarakat terlibat dalam menyelesaikan perkara untuk penghentian penuntutan dengan berbagai syarat. Tahapan yang dilaluipun cukup panjang, yakni ekspos ke Kejaksaan Tinggi dan Jampidum Kejaksaan Agung hingga pimpinan tertinggi kejaksaan setempat.
“Contoh kasus sebelum adanya RJ, Nenek Minah yang mungut buah kakau milik orang lain dihukum 1 bulan 15 hari. Kemudian kasus Kakek Samirin di Sumatera yang memungut sisa karet dengan nominal 17 ribu dapat hukuman 2 bulan. Ini yang membuat masyarakat marah, kenapa sih jaksa ini jahat sekali,” ujarnya mencontohkan.
Hadir menemani Elita, Jaksa Fungsional pada Seksi Intelijen Kejari Banjar Paradisa Eksakta Gheosa menambahkan, harapan baru bagi para pencari keadilan tersebut bisa dilakukan seorang jaksa dengan syarat, baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian yang diderita korban di bawah 2,5 juta, serta ancaman penjara di bawah 5 tahun.
“Tindakan kejahatan keamanan negara, makar, merendahkan martabat presiden dan wakil presiden itu tidak bisa RJ,” ujarnya.
Jaksa Elita menyebut penyelesaian kasus dengan cara RJ yang dikatakan memang tidak layak untuk disidangkan, pada tahun 2023 sebanyak 5 perkara, sementara tahun 2024 hingga bulan April ini sebanyak 2 kasus yakni perkara penadahan dan penganiayaan.
Pengajuan RJ atau perdamaian oleh jaksa sendiri dikatakan Elita tidak sedikit ditolak oleh korban lantaran berbagai alasan, seperti syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh tersangka yakni ganti rugi yang diderita korban.
Reporter : Hendra
Editor : Ronny Lattar
Uploader : Suhendra
Source:: INFOPUBLIK