EVA HARTATI PENYULUH TANGGUH DESA PA’AU

Fisiknya kecil tapi gesit namanya tidak asing lagi bagi masyarakat khususnya petani di desa-desa yang sekelilingnya dikepung oleh air dari bendungan PLTA Pangeran Muhmmad Noor di kecamatan Aranio kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

Sebagai penyuluh pertanian lapangan (PPL) BPP Aranio, ia mengabdi dibidang penyuluhan pertanian selama 10 tahun di kawasan yang sulit transportasi dan belum terjamah sarana informasi komunikasi modern baik telepon apalagi sinyal HP .

Saat diwawancarai pada saat kunjungan ke desa Pa’au dalam rangka Bimbingan teknis (Bimtek) dari BPTP Provinsi Kalimantan Selatan sekaligus penyerahan bantuan program Baberuk 2019 berupa sarana produksi Saprodi bantuan pemerintah untuk Kelompok Tani Milenial Haur Bunak berupa benih cabai,untuk budidaya luasan 2 hektar,beibit pepaya merah delima lengkap dengan pupuk dan obat-obatan serta mulsa , Eva Hartati sempat bercerita tntang pengalamannya selama menjadi penyuluh wanita di daerah penuh dengan tantangan. Walaupun berat namun dengan hati yang tulus dan nurani yang murni ia jalani dengan penuh semangat dan harapan.

Dengan harapan pasti dan optimisme luar biasa, terlihat dari rona wajahnya yang bangga atas hajatnya dalam mencapai cita-cita semasa sekolah ingin menjadi pengabdi bangsa dibidang pertanian, semua itu berawal dari cintanya terhadap tanaman .

Pertama kali ia bertugas mulai tahun 2008 dan ditempatkan sebagai penyuluh di desa Kalaan selama 2 tahun, kemudian pada tahun 2009 pindah lokasi ke desa Tiwingan lama selama 3 tahun. Dan pada tahun 2011 sampai sekarang dtugaskan di desa Pa’au. Desa Pa’au adalah satu dari 9 desa yang ditenggelamkan saat membendung 9 sungai dikawasan itu pada mula tahun 1963 dengan sepuluh tahun masa pembangunannya kemudian diresmikan tahun 1973 dengan kekuatan 30 Mega Waat dengan kapsitas volume air 670.000 meterkubik oleh Presiden Soeharto . Desa –desa disekitar PLTA Ir.PM.Noor menurut cacatan ada 11 desa yakni Tiwingan baru, Tiwingan lama (pelabuhan), liang Toman, Kalaan, Banua Riam, Bunglai , Bukit Batas, Apuai, Rantau Bujur , Pa’au dan Balangian

Suka dan duka dialminya selama bertugas menjadi penyuluh di desa-desa terisolir dari modernisasi pembangunan, dan setiap berangkat menjalankan tugasnya hanyalah air dan air terkadang gundah apabila selesai melaksankan tugasnya mau kembali ke rumah tertinggal oleh klotok karena jam keberangkatan dari desa yang Ia datangi tidak bisa ditunda karena terbentur giliran para juragan yang datang dan pergi, mengingat jumlah angkutan jenis kelotokpun terbatas jumlahnya. Tak jarang ia harus pulang dengan mencarter kelotok dengan harga yang tidak murah serta harus merogoh tasnya dalam-dalam karena satu hilir harus menmbayar antara 400 ribu sampai 600 ribu rupiah sekali jalan. Ia merupakan PNS golongan III yang menurtnya gaji yang diterimanya pas-pasan. Apabila ia terlambat datang ke pelabuhan di desa yang dikunjunginya , sering sekali ia mencari alternative lain yakni menginap di desa yang petaninya harus di suluh. Kendala lain dalam tugas penyuluhan di desa-desa kawasan waduk PLTA yang umumnya sangat berjauhan dan penduduknya yang jarang dan terpencar-pencar apabla siang hari sulit untuk mengumpulkan anggota Kelompok Tani karena beraktifitas di luar desa yang jaraknya terkadang puluhan kilometer dengan transporasi air, mau tidak mau ia menjalankan tugas penyuluhan pada malam hari. Ia juga sering memanfaatkan waktu agar tidak setiap hari hilir mudik numpang klotok, serta meminimalisir pengeluaran untuk ongkos tambanhan. Eva Hartati bermalam bahkan pernah selama 3 hari tidak pulang kerumah padahal sang buah hati selalu menantinya. Penduduk desa desa di kawasan PLTA Pangeran Mohammad Noor atau yang dikenal pula waduk Riam Kanan yang jarang dan terpencar sedangkan misi yang diembannya harus sampai ke petani,terkadang mendatangi rumah- rumah penduduk secara acak dikala ada kesempatan dimanapun tempatnya Ia sampaikan yang penting petani mengetahui dan memahami tentang program pemerintah dan melaksanakannya dengan baik sehingga bisa merubah kesejahteran yang lebih baik dari bidang ekonomi subsektor pertanian.

Melaksanakan kewajiban sebagai penyuluh sebagaimana yang dicita-citakan sejak sekolah karena ketertarikan terhadap alam semesta yang mengagumkan , menjadi daya tariknya dan menjadi catatan penting bagi Eva Hartati dengan setulus hati dan ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Apabila hasil kerjanya diterima oleh petani dan dilaksanakan dengan baik serta menghasilkan, menjadi penghibur dirinya bahwa tugasnya telah berhasil,meskipun masih terbentang harapan kedepan mengajak petani menjadi petani handal dan bersaing.

Eva Hartati jebolan sarjana peternakan tidak menjadi hambatan dan canggung dalam pengabdinnya karena pertanian dan peternakan sama saja semuanya adalah kebutuhan pokok hidup manusia yang dibutuhkan setiap saat.

Selama ditugaskan menjadi penyuluh didesa Pa’au , tahun 2018 berhasil membentuk petani milenial yang semuanya berusia muda dengan nama Kelompok Tani Haur Bunak (bambu berduri ) didesa Pa’au dan berhasil meraih juara kedua dalam pemilihan KT.Milenial budidaya hortikultura tingkat kabupaten Banjar tahun 2019 dan ini menjadi cataan sejarah bagi dirinya dan kebanggaan bagi semua persolan BPP Aranio .

Menyandang predikat juara tentu bukan hal mudah untuk berbangga diri dan terlena akan sanjungan namun ini menjadi tantangan untuk mempertahankannya dan perlu ada upaya lain agar predikat yang disandang KT.Haur Bunak mampu bertahan dan bisa ditingkatkan ke puncak juara yang lebih tinggi .

Bukan mengharapkan hadiah ,bukan mengharapkan sanjungan ,tetapi kata Eva Hartati,petani regenerasi akan semakin maju dan modern serta dapat mengubah mindset(pola pikir) budaya tradisional yang seharusnya sudah ditinggalkan yakni peladang berpindah-pindah yang dahulu kadang –kadang dikambinghitamkan sbagai perusak hutan .Apabila budaya itu bisa ditinggalkan menajdi peladang tetap yang lebih baik ,tangguh dan modern,seperti yang dialami sekarang ini,yakni modernisasi daya pikir, modernisasi teknologi pertanian yang kompetitif sebagai sarana kompetisi dengan bangsa lain di negara negara Agraris, sehingga pertanian bukan hanya sekedar untuk mencukupi konsumsi sendiri  tetapi pertanian sebagai sarana produksi yang brorientasi bisnis . Maka dengan itu Ia dan kawan-kawan seprofesinya menyampaikan pesan – pesan ilmu pertanian dengan tulus dan ikhlas dengan bahasa ibu, agar cepat diserap dan difahami oleh petani. (Anang Prayudi, S.ST -BPP Aranio)

Source:: DTPH

Comments
Loading...