FGD INSPEKTORAT – BPK TENTANG DESA

 photo FGD INSPEKTORAT - BPK_zpsm1jt8ltm.gif

Dalam rangka berbagi pendapat tentang pengelolaan anggaran desa, maka pada hari Rabu tanggal 5 Oktober 2016 Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) Kalimantan Selatan menugaskan tim untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan Inspektorat Kabupaten Banjar. Rombongan yang berjumlah 11 orang dipimpin oleh Tukino dari Sub Auditorat Wilayah I Perwakilan BPK-RI Kalimantan Selatan di terima oleh Ir.H. Imam Suharjo, MT, CFrA selaku Inspektur Kabupaten Banjar yang didampingi oleh Inspektur Pembantu Wilayah (Irbanwil) I Drs. H. A. Sakarani yang juga sebagai trainer untuk penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam kesempatan awal, Tukino menyampaikan bahwa tugas BPK-RI bukan sekedar membuat rekomendasi yang diawali dari proses pemeriksaan kepada auditi, tetapi juga memberikan pendapat kepada pemerintah. Sebelum memberikan pendapatnya, maka BPK-RI perlu mendapat informasi dan opini dari para penanggung-gugat untuk kemudian dapat dilakukan kajian dan rumusan pendapat. Saat ini BPK-RI sedang menginventarisir informasi dan opini berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan atas pengelolaan keuangan desa.

Untuk mengumpulkan informasi dan opini, tim Perwakilan BPK-RI Kalimantan Selatan menjadikan Inspektorat Kabupaten Banjar sebagai counterpart diskusi. Kesempatan pertama diskusi diawali dengan paparan Inspektur tentang Pokok Pokok Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa. Disampaikan oleh Inspektur, dengan ditetapkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maka desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempunyai perang penting untuk ikut berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sejalan dengan itu, Presiden Jokowi telah menetapkan visi dalam cita ketiga dari nawacita tentang membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Sebagai tindak lanjut dari ditetapkannya UU Nomor 6/2014, maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 60 Tahun 2104 Tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Desa memiliki dua kementerian pembina yaitu kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Untuk hal-hal yang terkait dengan urusan pemerintah desa yang selama ini sudah rutin berjalan tetap dilaksanakan oleh Kemendagri melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Pemerintahan Desa, sedangkan Kemendes PDTT menangani hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan program pembangunan desa, pengawasan program pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Atas kewenangan masing-masing kementerian, maka dalam pengelolaan keuangan desa kemendagri menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negari (Permendagri) Nomor 113 tahun 2013 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Sementara itu Kemendes PDTT menerbitkan Permendes PDTT Nomor Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan hak Asal usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa dan Permendes PDTT Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2015. Tidak bisa dibayangkan nahwa desa dengan segala keterbatasan sumber daya manusianya diwajibkan secara instan memahami semua itu, oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dalam melaukukan pembinaan dan pengawasan. Dalam pasal 112 UU 6/2014 disebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat daerah. Adapun pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota antara lain dengan memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa, pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa, pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif,fasilitasi dan memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

PP 43/2014 sebagai peraturan pelaksanaan dari UU 6/2014 menyebutkan dalam pasal 154 bahwa Camat selaku perangkat daerah melakukan tugas pembinaan dan pengawasan Desa. Keberadaan dua peraturan perundang-undang tersebut tidak secara spesifik mengamanatkan Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Instern Pemerintah (APIP) untuk melakukan pengawasan kepada desa. Dan hal tersebut memang sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 216 (2) yang menjelaskan bahwa Inspektorat Daerah (selaku perangkat daerah) mempunyai tugas membantu kepala daerah membina dan mengawasi pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan oleh Perangkat Daerah, dan desa bukanlah perangkat daerah. Inspektur pun juga menyampaikan pendapat yang mungkin tak lazim bagi para pemeriksa berkaitan dengan apakah kedudukan keuangan desa dikriteriakan sebagai keuangan negara. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan penjelasan Umum UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, maka kedudukan keuangan desa tidak serta merta bisa disimpulkan sebagai keuangan negara meski sumbernya dari APBN atau APBD.

Keuangan Desa berdasarkan UU 6 Tahun 2014 pasal 1 (10) dan pasal 71 adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa dimana Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa. Adapun sumber pendapatan Desa barasal dari pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Dana Desa); bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; Alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan lain-lain pendapatan Desa yang sah. Memperhatikan struktur APBDesa yang bukan sekedar berasal dari APBN dan APBD serta peraturan perundangan yang berlaku, maka mekanisme pembinaan Inspektorat Kabupaten Bajar kepada Desa adalah dengan melakukan pengawasan atas kinerja kecamatan selaku perangkat daerah dengan mengambil sampel uji desa. Demikian Inspektur memaparkan.

Comments
Loading...