Pemeriksaan Gempa Bumi Tapin Banjar Rampung, Berikut Laporan Lengkap dan Rekomendasi Teknis Badan Geologi
MARTAPURA,- Kejadian gempa bumi 13 Februari 2024 telah mengakibatkan terjadinya bencana berupa kerusakan sejumlah bangunan di Kabupaten Banjar dan Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. Kejadian gempa bumi merusak tersebut tergolong unik karena jarang terjadi. Sehubungan dengan kejadian tersebut dikirim Tim Tanggap Darurat (TTD) Badan Geologi (BG) untuk melakukan pemeriksaan dampak guna memberikan rekomendasi teknis.
Pada kegiatan pemeriksaan lapangan TTD BG didampingi oleh Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar. Berikut ini laporan dan rekomendasi teknis berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dan data sekunder lainnya.
*Informasi Gempa Bumi*
Gempa bumi terjadi pada hari Selasa, 13 Februari 2024, pukul 08:22:24 WIB. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), lokasi pusat gempa bumi terletak di darat pada koordinat 115,12° BT dan 3,19° LS, berjarak sekitar 38,8 km timur laut Kota Martapura (ibu Kota Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan), dengan magnitudo (M4,7) pada kedalaman 10 km. Menurut informasi dari The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 115,051 BT dan 3,244 LS dengan magnitudo (M4,8) pada kedalaman 10 km. Data GeoForschungsZentrum (GFZ), Jerman menjelaskan bahwa lokasi pusat gempa bumi berada pada koordinat 115,14 BT dan 3,21 LS, dengan magnitudo (M4,8) pada kedalaman 65 km.
*Kondisi Geologi Daerah Terlanda Gempa Bumi*
Lokasi pusat gempa bumi terletak di Kabupaten Tapin. Selain itu daerah yang dekat dengan lokasi pusat gempa bumi adalah Kabupaten Banjar. Morfologi daerah terlanda guncangan gempa bumi pada umumnya berupa dataran, dataran bergelombang, dan perbukitan bergelombang hingga perbukitan terjal. Berdasarkan data Badan Geologi (BG) daerah tersebut tersusun oleh dominan tanah lunak (Kelas E) dan tanah sedang (Kelas D), sedangkan pada morfologi perbukitan tersusun oleh tanah keras (Kelas C). Daerah tersebut pada umumnya tersusun oleh batuan berumur Pra Tersier (berupa batuan metamorf, batuan meta sedimen), batuan berumur Tersier (berupa batuan sedimen, batugamping) dan endapan Kuarter berupa endapan aluvial sungai dan rombakan.
Pengamatan lapangan memperlihatkan bahwa batuan berumur Pra Tersier dan Tersier tersebut sebagian telah mengalami pelapukan dengan tanah pelapukan relatif tipis. Secara setempat-setempat terdapat endapan Kuarter. Endapan Kuarter dan batuan yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi.
*Penyebab Gempa Bumi*
Berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi, kedalaman dan data mekanisme sumber (focal mechanism) dari BMKG, maka kejadian gempa bumi tersebut diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif dengan mekanisme sesar mendatar mengiri berarah relatif barat laut – tenggara. Data Demnas memperlihatkan adanya kelurusan di sekitar lokasi pusat gempa bumi berarah utara barat laut – selatan tenggara dan barat laut – tenggara. Menurut data BG pada peta geologi lembar Binuang skala 1 : 50.000 terdapat sesar mendatar mengiri berarah barat laut – tenggara di sekitar lokasi pusat gempa bumi (Kusumah dkk., 2016). Sesar mendatar ini memotong zona sesar Meratus. Adapun Sesar Meratus diperkirakan terbentuk pada zaman Pra Tersier dan diperkirakan mengalami reaktivasi sehingga tergolong sesar aktif.
*Gempa Bumi Susulan*
Stasiun BMKG mencatat kejadian gempa bumi susulan. Berdasarkan informasi dari penduduk setempat juga merasakan adanya gempa bumi susulan. Jumlah dan kekuatan gempa bumi susulan yang terjadi terus menurun, hal ini mengindikasikan bahwa blok batuan yang telah terpatahkan, terdeformasi dan mengakibatkan terjadinya gempa bumi sedang menuju proses keseimbangan. Selama proses tersebut akan dilepaskan energi berupa kejadian gempa bumi susulan dengan kekuatan lebih kecil dari kejadian gempa bumi utama.
*Dampak Gempa Bumi* .
Hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh TTD BG dan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar, memperlihatkan bahwa kejadian gempa bumi 13 Februari 2024 tersebut telah mengakibatkan terjadinya bencana di Kabupaten Tapin (Kecamatan Hatungun dan Binuang) dan Kabupaten Banjar (Kecamatan Sambung Makmur, Simpang Empat dan Talaga Bauntung), Provinsi Kalimantan Selatan. Bencana tersebut berupa kerusakan bangunan dan pada umumnya tergolong kerusakan ringan berupa : retakan dinding, terkelupas plester dinding, retakan lantai, kerusakan plafon dan kaca jendela pecah. Adapun Musala Nurul Hidayah di Desa Batang Banyu, Kecamatan Sambung Makmur yang mengalami kerusakan sedang dan kini sudah dirobohkan. Pada umumnya bangunan yang mengalami kerusakan tersebut tergolong bangunan tidak tahan gempa bumi. Kerusakan Musala Nurul Hidayah di Desa Batang Banyu, rumah penduduk di Desa Pasar Baru dan Kampung Sei Kundur, Desa Bagag, Kecamatan Hatungun juga dikontrol oleh efek topografi dimana bangunan berada di tepi lereng sehingga mengalami penguatan guncangan. Pengamatan lapangan memperlihatkan bahwa tidak terdapat sesar permukaan (Fault Surface Rupture) dan bahaya ikutan berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi akibat kejadian gempa bumi 13 Februari 2024.
Menurut informasi dari M Syukrani Ketua RT 02 di Desa Batang Banyu, Kecamatan Sambung Makmur, Kabupaten Banjar dan beberapa orang penduduk di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, sebelumnya pernah terjadi kejadian gempa bumi serupa sekitar 55 tahun yang lalu, diperkirakan antara tahun 1964 hingga 1970. Guncangan diperkirakan hampir sama dengan kejadian gempa bumi 13 Februari 2024, pada saat itu bangunan masih terbuat dari kayu.
Guncangan gempa bumi di daerah yang mengalami kerusakan bangunan terjadi pada skala intensitas V MMI (Modified Mercalli Intensity). Hal ini dicirikan oleh terasa orang di luar rumah/ bangunan, orang sedang tidur terbangun, cairan tampak bergerak dan tumpah, barang perabot rumah bergerak atau jatuh, pintu membuka dan menutup, hiasan di dinding bergerak dan terjadi retakan dinding.
TTD BG juga melakukan pengukuran mikrotremor menggunakan peralatan seismograf portable pada lokasi kerusakan bangunan dan daerah terdampak guncangan gempa bumi 13 Februari 2024 di Kabupaten Tapin dan Banjar. Tujuannya untuk mengetahui karakteristik kondisi geologi permukaan. Hasil pengukuran mikrotremor tersebut memperlihatkan bahwa lokasi kerusakan bangunan di Kabupaten Tapin dan Banjar mempunyai nilai frekuensi tanah berkisar 2,95 Hertz (Hz) hingga 17,1 Hz dan tergolong pada kelas tanah sedang hingga tanah keras. Hal ini bersesuaian dengan kondisi lapangan yang merupakan tanah pelapukan dari batuan sedimen dengan tanah penutup relatif tipis atau tidak tebal. Kondisi ini cukup menguntungkan untuk konstruksi bangunan karena diperkirakan mampu untuk meredam energi gempa bumi. Apabila didukung oleh bangunan menggunakan konstruksi tahan gempa bumi, maka kerusakan bangunan akan dapat diminimalisir. Pengamatan lapangan memperlihatkan bahwa secara setempat – setempat pada pelapukan dari batuan sedimen tersebut terdapat endapan Kuarter berupa endapan sungai dan rombakan. Endapan Kuarter yang bersifat lepas, lunak dan belum terkonsolidasi pada umumnya lebih rawan untuk mengalami kerusakan bangunan bila terlanda guncangan gempa bumi. Untuk meminimalisir dampak guncangan gempa bumi maka harus menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi.
Selama melaksanakan kegiatan survei lapangan, disamping melakukan pemetaan dampak gempa bumi secara langsung di lapangan, TTD BG juga melakukan koordinasi dan diskusi tentang mitigasi gempa bumi dengan BPBD Provinsi Kalimantan Selatan, BPBD Kabupaten Banjar, BPBD Kabupaten Tapin. TTD BG juga melakukan wawancara dengan wartawan dari Kabupaten Banjar dan juga Talk Show tentang mitigasi gempa bumi di radio Suara Banjar. Selain itu pada lokasi terdampak, TTD BG juga melaksanakan kegiatan diskusi dan sosialisasi secara langsung kepada warga setempat yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka tentang mitigasi gempa bumi.
Menurut Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi (KRBG) Provinsi Kalimantan Selatan yang diterbitkan oleh Badan Geologi tahun 2014, daerah – daerah yang mengalami kerusakan bangunan terletak pada KRBG rendah yang artinya kawasan yang berpotensi terlanda guncangan dengan skala intensitas gempa bumi V MMI. Oleh karena itu untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi, bangunan pada daerah ini harus dibangun menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi. Pada bagian lampiran merupakan foto-foto kegiatan TTD BG.
Kesimpulan .
• Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kabupaten Banjar dan Tapin tergolong daerah rawan gempa bumi karena terletak dekat dengan sumber gempa bumi yaitu sesar aktif di darat berupa zona Sesar Meratus.
• Gempa bumi tanggal 13 Februari 2024 bersumber dari aktivitas zona Sesar Maratus telah mengakibatkan terjadinya kerusakan bangunan di Kabupaten Tapin (Kecamatan Hatungun dan Binuang) dan Banjar (Kecamatan Sambung Makmur, Simpang Empat dan Talaga Bauntung), Provinsi Kalimantan Selatan. Guncangan gempa bumi di lokasi kerusakan bangunan pada skala intensitas V MMI.
• Kejadian gempa bumi merusak ini diperkirakan merupakan perulangan dari kejadian sebelumnya sekitar 55 tahun yang lalu (diduga antara tahun 1964 hingga 1970).
• Lokasi kerusakan bangunan merupakan dataran bergelombang hingga perbukitan bergelombang yang tersusun oleh secara umum oleh batuan berumur Tersier yang telah mengalami pelapukan dengan setempat – setempat berupa endapan Kuarter yang bersifat lunak, lepas dan belum kompak. Kerusakan bangunan yang terjadi diakibatkan oleh jarak yang terletak dekat dengan lokasi sumber gempa bumi, kualitas bangunan, kondisi geologi berupa pelapukan dari batuan Tersier dan endapan Kuarter setempat-setempat, serta adanya efek topografi.
Rekomendasi
• Kabupaten Banjar dan Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan tergolong rawan gempa bumi, oleh karena itu harus ditingkatkan upaya mitigasi gempa bumi secara struktural dan non struktural. Mitigasi struktural dilakukan dengan membangun bangunan tahan gempa bumi, tempat dan jalur evakuasi. Adapun mitigasi non struktural dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dan aparat dalam menghadapi bencana gempa bumi di kemudian hari, misalnya : sosialisasi, simulasi dan wajib latih. Desa-desa yang terletak di Kecamatan Hatungun, Binuang (Kabupaten Tapin), Kecamatan Sambung Makmur, Simpang Empat dan Talaga Bauntung (Kabupaten Banjar) agar dijadikan desa tangguh bencana gempa bumi.
• Bangunan vital, strategis dan mengundang konsentrasi banyak orang (Seperti SDN Batang Banyu, masjid, musholla, kantor kepala, dll) agar dibangun mengikuti kaidah – kaidah bangunan tahan gempa bumi; menghindari membangun pada tanah urug yang tidak memenuhi persyaratan teknis; menghindari membangun pada bagian atas punggungan, tebing lereng terjal yang telah mengalami pelapukan dan kondisi tanahnya gembur karena akan berpotensi terjadinya gerakan tanah yang dipicu oleh guncangan gempa bumi maupun curah hujan tinggi.
• Musholla Nurul Hidayah di Desa Batang Banyu apabila akan dibangun kembali harus dibangun menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi dan dilakukan penguatan lereng. Demikian juga rumah penduduk di Desa Pasar Baru dan Kampung Sei Kundur, Desa Bagag, Kecamatan Hatungun harus dilakukan penguatan lereng guna mengurangi risiko kerusakan akibat guncangan gempa bumi pada masa yang akan datang.
• Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Kabupaten Banjar dan Tapin agar melakukan pemetaan detil sebaran sesar aktif di daerahnya menggunakan integrasi metode geologi, seismologi, geofisika dan geodesi. Data ini sangat penting untuk mendukung upaya mitigasi bencana gempa bumi dan penataan ruang.
• Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Kabupaten Banjar dan Tapin agar melakukan revisi tata ruang dengan menggunakan data dari Badan Geologi (Peta KRBG, Peta KRBT, Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, dan data hasil TTD BG).
• Agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Kabupaten Banjar dan Tapin memasukkan materi kebencanaan geologi (gempa bumi, tsunami, dan gerakan tanah) ke dalam kurikulum pendidikan agar para guru dan pelajar dapat memperoleh pengetahuan tentang mitigasi bencana geologi.
• Agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melaksanakan kegiatan pemetaan geologi pasca kejadian bencana. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 dan 9 Peraturan Menteri ESDM nomor 11 tahun 2016 tentang Penetapan Kawasan Rawan Bencana Geologi. Pemetaan geologi bertujuan untuk memetakan kerusakan tanah dan batuan akibat kejadian bencana geologi termasuk kejadian gempa bumi merusak, dan peta ini menjadi dasar revisi tata ruang. Oleh karena itu direkomendasikan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara rutin guna mengantisipasi perulangan kejadian serupa. Untuk hasil kegiatan yang lebih optimal maka kegiatan ini dilakukan oleh SKPD yang memiliki tugas dan fungsi di bidang geologi.
Tim
Editor : Ronny Lattar
Uploader : Suhendra
Source:: INFOPUBLIK